Saya teringat mutiara arab yang
berbunyi safir tajid iwadhon ‘amman tufariquhu (merantaulah niscaya kamu
akan mendapat pengganti dari orag yang kamu tinggalkan). Kata-kata ini pas jika
dinisbahkan kepada para mahasiswa yang mungkin terpaksa merantau jauh dari
rumah demi pendidikan. memang sebagai pendatang sudah pasti dibutuhkan jurus
adaptasi yang tepat agar sukses bertahan ditanah rantau.tapi hal yang
terpenting yang harus kita miliki adalah sikap mental menghadapi dunia baru
artinya dunia yang kita belum tahu jelas adat environmentnya.tak pelak banyak
diantara kalangan mahasiswa yang suka gonta-ganti asrama dikarenakan kurang
cocok dengan pergaulan dan kurang bisa beradaptasi dengan baik dilingkungannya.
Saya juga termasuk orang yang
tergolong satu dari jutaan mahasiswa ditanah rantau yang bisa dibilang berhasil
beraptasi dengan sekitar, itu terbukti dengan eksistensi saya ditanah rantau
tidak pernah gonta-ganti asrama dan betul kata mutiara arab kita niscaya
mendapatkan ganti dari orang yang kita tinggalkan, tapi saya gak sembarang PD
aja yakin bisa tahan ditah rantau,usung punya usung saya itu sebenarnya
mempunyai tipz untuk bisa tahan lama ditanah rantau, tipz yang saya bawa tidak
neko2 yaitu hanya butuh jurus kedepankan sifat ramah tamah,supel suka bertegur sapa dan hindari apatis pada
lingkungan sekitar dan sering-sering kumpul sama teman,baik teman2 seperantauan
atau teman dari sekitar kampus.
Mungkin bagi sebagian mahasiswa,
sepulang dari menimba ilmu ditanah rantau kita dinanti-nantikan jasa dan pengabdian
kita oleh masyarakat tempat kita tiggal, karena kita sudah diultimatum sebagi
agent of change “agen perubahan” yang akan merubah pola pikir kita, sikap kita
dan kedewasaan kita.
Perlu disadari, mahasiswa adalah intelektual terdidik. Kaum muda
dengan segala potensi memiliki kesempatan dan ruang untuk berada dalam
lingkungan akademis yang disebut kampus.
Reformasi sebagai momen penting di Indonesia pun, adalah hasil
perjuangan mahasiswa dengan gerakannya. “Alam kebebasan berdemokrasi,
tanpa tekanan otoriter sekarang ini adalah buah dari pola-pola gerakan
yang dilakukan oleh kaum terdidik yang ingin bangsanya mengalami
perubahan.
Sebagai kaum terdidik yang hidup dalam
komunitas masyarakat, kita memiliki beberapa peran penting. Pertama, sebagai iron stock, yaitu
mahasiswa diharapkan menjadi manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan
akhlak mulia yang dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya.
“Artinya mahasiswa merupakan aset, cadangan dan harapan bangsa.
Kongkritnya sebagai penerus tonggak estafet bangsa,”.
Kedua, mahasiswa sebagai agent of change. Dimana mahasiswa sebagai
agen dari suatu perubahan yang diharapkan dalam rangka kemajuan bangsa.
Dilakukan dengan memperjuangkan hak-hak rakyat kecil dan miskin,
mengembalikan nilai-nilai kebenaran yang diselewengkan oleh oknum-oknum
elit. “Dalam perubahan ini mahasiswa harus menjadi garda terdepan,”
Ketiga, mahasiswa sebagai agent of problem solver. Dimana, mahasiswa
harus menjadi generasi yang memberikan solusi dari setiap persolaan yang
terjadi dalam lingkungan dan bangsanya sendiri. Dengan berbagai analisa
dan kajian-kajian akademik yang dilakukan, semestinya mahasiswa bisa
membantu jalan keluar terhadap kondisi sulit yang dihadapi oleh
pengambil kebijakan.
Keempat, mahasiswa sebagai agent of control. Fungsi ini dilakukan
terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh penguasa negara. Berpijak dari
ungkapan Jo Grimmond, mantan anggota Parlemen Inggris, mahasiswa harus
berontak terhadap birokrasi dalam semua bentuk dan sikapnya. “Mahasiswa
harus berontak terhadap pikiran yang hanya berpikir dalam rangka
organisasi yang dianutnya atau terhadap kelaziman-kelaziman yang telah
di-indoktrinasi-kannya,”.
Baik terhadap determinisme ekonomi dan teknik, penggunaan pendidikan
yang menghasilkan budak-budak bagi suatu teknokrasi yang digerakkan oleh
mesin, para profesor yang memberikan sedikit waktu di
universitas-universitas di mana katanya mereka harus mengajar.
Muhammad Fauzy Nuddin, Mahasantri Supel Surabaya
No comments:
Post a Comment