Menampilkan agama dengan warnanya
yang sejuk dan moderat merupakan tugas pokok kaum agamawan di era seperti
sekarang. Terlebih lagi provokasi tentang adanya benturan antar peradaban
termasuk didalamnya terdapat agama, telah disikapi berlebihan oleh banyak
kalangan. Barat mencurigai Islam, begitupun sebaliknya merupakan bukti bahwa
begitu akutnya peradaban manusia sekarang.
Dalam melaksanakan ajaran agama
Islam ini ada satu prinsip yang diajarkan oleh Rasulullah saw, yaitu sikap tawassuth
(moderat), dalam arti tidak ekstrim atau berlebih-lebihan. Sikap
ekstrim/berlebihan sering menimbulkan persepsi bahwa perintah-perintah agama
terasa sebagai beban yang memberatkan, dan larangan agama terasa sebagai belenggu
yang membatasi kebebasan atau kreativitas. Padahal tujuan utama dari setiap
perintah Tuhan tiada lain adalah untuk mendatangkan manfaat dan maslahat bagi
pelakunya, sedangkan setiap larangan Tuhan pada esensinya adalah bentuk
“penyelamatan” agar manusia terhindar dari bahaya atau kerusakan.
Akan tetapi, lebih membahayakan lagi
apabila sikap esktrim itu diaplikasikan pada aspek-aspek ajaran Islam yang
menyangkut hubungan sosial antar sesama manusia, misalnya tentang amar ma’ru
nahi munkar, kewajiban berjihad, dan sebagainya. Implementasi seperti
itulah yang pada waktu dewasa ini sering menimbulkan konotasi Islam sebagai
agama yang puritan, radikal dan konservatif. Padahal citra tersebut
sangat tidak sesuai dengan esensi Islam yang lembut dan penuh kasih sayang
(baca : rahmatan lil ‘alamin).
Kalau kita perhatikan ajaran-ajaran
Islam yang terdapat didalam al-Qur’an dan al-Hadits misalanya, maka setiap
perintah-Nya yang ditujukan kepada manusia selalu disertai petunjuk yang
memudahkan untuk melaksanakannya. Misalnya, perintah berpuasa pada bulan
ramadlan, maka perintah itu disertai dengan adanya toleransi bagi orang yang
tidak dapat melakukan puasa sesuai ketentuan, mungkin karena sakit atau sedang
berperjalanan jauh yang melelahkan, sehingga mereka merasa sangat berat kalau
harus berpuasa dalam kondisi tersebut. Bagi mereka diperbolehkan meninggalkan
puasa di bulan ramadlan dengan ketentuan harus menganti puasa di bulan lain
apabila telah sembuh dari sakitnya atau sudah berada di rumah kembali dari
bepergiannya. Begitu juga dengan perintah mengerjakan sholat fardlu dengan
menyertakan perbuatan berdiri dalam rukun sholat, perintah ini juga disertai
dengan adanya toleransi bagi orang yang tidak mampu berdiri, bisa dengan cara
duduk, berbaring ataupun dengan isyarat sebagi toleransi akhir. Bahkan,
mengerjakan sholat pun boleh diluar waktu sholat yang ditentukan jika
disebabkan ketiduran atau lupa tanpa disadari kalau sudah masuk waktu shalat
dan keblablasan sampek masuk pada waktu sholat berikutnya (Rasulullah
bersabda : Man naama ahadukum ‘an sholatin au nasiyaha falyusholliha idza
dzakaroha). Toleransi dalam bingkai kemudahan/keringanan ini termaktub
dalam konsep hajjiyah yang digagas oleh As-Syatibi dalam al-Muwafaqot-nya.
Demikian pula Umat Islam dilarang
keras mengamalkan doktrin agamanya secara berlebihan yang mengakibatkan
timbulnya gangguan kepada orang lain atau sampai mencelakai orang lain atau
sampai mencelakai orang lain dengan topeng jihad. Padahal kalau kita perhatikan
nasihat-nasihat Rasulullah kepada para sahabatnya di saat beliau menghadapi
ancaman penyerangan oleh orang kafir, maka beliau selalu menyampaikan “jangan
berharap bertemu musuh”. Artinya bahwa kalau tidak terjadi peperangan, itu
lebih baik karena perang akan selalu menimbulkan kerusakan dan korban. Dan
sendainya benar-benar terjadi peperangan sekalipun (karena tidak mungkin
menghindar dari serangan musuh), maka Rasul memperingatkan agar para sahabat
jangan sampai melibatkan orang-orang yang sama sekali tidak terkait dengan
perang, misalnya anak-anak, para perempuan, atau orang-orang yang sedang
beribadah ditempat ibadah mereka. Dan sangat banyak lagi doktrin Islam
yang substansinya adalah RAHMATAN LIL ‘ALAMIN.
By
: Muhammad Fauzinuddin, Pengasuh Pesantren Journalism Community (PJC) di Pesantren Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.-
No comments:
Post a Comment